Sabtu, 04 Agustus 2007

Menghentikan Tradisi Inflasi ?!

*) Catatan Inflasi Juli

Kekhawatiran akan terjadinya krisis ekonomi jilid II boleh jadi bukan hal yang mengada-ada. Pengalaman krisis ekonomi tahun 1997 yang menyebabkan keterpurukan ekonomi negeri ini masih menyisakan banyak permasalahan. Padahal terjadinya krisis ekonomi atau minimal inflasi periodic akan selalu terjadi pada system perekonomian yang berlaku saat ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan laju inflasi tahun kalender (Januari-Juli 2007) 2,81 persen, dan laju inflasi tahunan (Juli 2007 terhadap Juli 2006) 6,06 persen. Inflasi Juli mencapai 0,72 persen atau tertinggi sepanjang 2007 (Republika, 2 Agustus 200&). Kontribusi terbesar inflasi adalah kenaikan harga bahan makanan, terutama minyak goreng, ayam ras, dan telur.
Harga bahan makanan kalau kita perhatikan akan selalu naik dari waktu ke waktu, meskipun sebetulnya yang terjadi adalah nilai dari uang yang selalu menurun atau inflasi periodic.
Tradisi inflasi periodic mata uang itu sendiri adalah sesuatu yang baru terjadi beberapa puluh tahun yang lalu, yaitu ketika mata uang tidak lagi disandarkan langsung kepada emas & perak (bimetal) tahun 1944 dan pada akhirnya hanya disandarkan pada dollar semata-mata tiada ada kaitannya dengan emas pada tahun 1971.
Ketika nilai masih disandarkan pada emas dan perak inflasi tidak dikenal. Sejak masa awal Islam hingga hari ini, nilai mata uang Islam dwilogam itu secara mengejutkan tetap stabil dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif. Seekor ayam pada zaman Nabi Muhammad SAW harganya satu dirham. Hari ini, 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih masih satu dirham. Dengan demikian, dalam waktu satu setengah abad dinar dan dirham tidak mengalami inflasi (Zaim Zaidi, 2002).
Itulah dua konsep yang berbeda. Konsep pertama adalah yang berlaku saat ini, include dengan tradisi inflasi, yang mengakibatkan harga barang dan jasa membubung selalu dan berulang. Sedangkan konsep kedua adalah apa yang telah ditetapkan oleh Nabi Saw yang tidak mengenal inflasi yang mentradisi dan . . . berpahala.

Tidak ada komentar: